Rabu, 15 Maret 2017

Penugasan 3



MATA KULIAH MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH
PENUGASAN 3
KELOMPOK 7
  1. Fauziah Irfani    (20140730022)
  2. Era Ramadalia   (20140730028)
  3. Andhadari Yunita Putri SD (20140730032)
  4. Arinda Nur Aeni   (20140730043)
  5. Isna Era Adisasmita (20130730385)

LANDASAN TEORI
            Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian di suatu negara. Lembaga perbankan ini dimaksudkan sebagai lembaga penghubung (intermediary) bagi pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dana atau memerlukan dana (lack of funds).        
Sesuai dengan pengertiannya bank akan menyalurkan simpanannya dalam bentuk kredit tersebut jika bank merasa yakin akan nasabah yang menerima kredit tersebut mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diberikan. Maka dalam penyaluran kredit terdapat unsur keamanan (Safety), dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan , keamanan (Safety) dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang dan jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan (profitability) yang diharapkan tersebut menjadi kenyataan. Dalam hal ini, selain dari prinsip kehati-hatian tersebut, bank juga harus melakukan analisis terhadap calon debitur yang dilakukan berdasarkan aspek-aspek yang dikenal dalam dunia perbankan sebagai “The five C’s of Credit” yaitu: Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral. Perwujudan dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam rangka pemberian kredit tercermin dalam kriteria-kriteria yang dinamakan “The Five C’s Principle of Credit Analysis”. Adapun penjelasan tentang analisis dengan 5C adalah sebagai berikut:
      1. Character,
yang bermakna watak, sifat, kebiasan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur dapat meneliti apakah calon debitur tersebut masuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan customer dari debitur. Selain itu dapat pula di peroleh dari informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya dapat diakses oleh pegawai bank bidang perkreditan dengan menggunakan password dan computer yang terhubung secara on-line dengan Bank Sentral. Agar selain memeriksa dokumen formal yang menyertai kredit, juga perlu diketahui pula track record dari permohonan kredit dari berbagai yang dapat dijadikan referensi oleh analis kredit bank
      2. Capacity,
            Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan debitor dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran,dan lain-lain
Kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya sehingga memiliki kemampuan untuk mengembalikan pokok pinjaman atau asset inti beserta bagi hasilnya.
Pengukuran kapasitas dari calon nasabah melalui beberapa pendekatan yaitu :
1.      Pendekatan Historis
Menilai calon nasabah dari sejarah usahanya, apakah banyak mengalami kegagalan atau mengalami perkembangan yang semakin maju dari waktu ke waktu.
2.      Pendekatan Finansial
Menilai posisi neraca dan laporan perhitungan laba rugi selama tiga bulan terakhiri untuk mengetahui seberapa besar keuntungan atau kerugian serta risiko usahanya.

Untuk  pembiyaan produktif, yang harus diperhatikan oleh Bank Syariah antara lain yaitu :
1.      Angka-angka hasil produksi
2.      Angka-angka penjualan dan pembelian.
3.      Perhitungan laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya

Untuk pembiayaan konsumtif,  yang harus diperhatikan oleh Bank Syariah yaitu kemampan sumber penghasilan calon nasabah membiayai seluruh pengeluaran bulanannya.
Analisis laporan keuangan => aspek likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas calon usaha nasabah.

Ratio keuangan yang umumnya digunakan :
a.       Liquidity Ratio : mengukur kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya sehingga bisa menghasilkan keuntungan.

b.      Activity Ratio = mengukur kemampuan calon nasabah dalam mengelola asset perusahaan (meliputi piutang, persediaan, aktiva tetap, dan total aktiva) secara efisien.

Cash Convertion Cycle
1.      Menghitung kemampuan menajemen mengubah kas menjadi barang atau inventory untuk dijual atau diubah menjadi kas kembali.
2.      Perhitungannya meliputi berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjual inventory perusahaan, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menagih hutang dan berapa lama waktu yang dimiliki perusahaan membayar hutangnya.
          DSO atau hari edar penjualan adalah sebuah metode pengukuran yang digunakan untuk  mengetahui efisiesi pengelolaan piutang suatu perusahaan atau bisa juga digunakan untuk mengetahui jumlah rata-rata hari yang diperlukan pelanggan untuk melakukan pembayaran. Dihitung dalam satuan hari yang mencerminkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan cash dari penjualan yang dilakukan secara kredit (piutang). Nilai DSO terbentuk dari pos-pos piutang usaha (Account Receivable) dan pendapatan usaha (sales).  Account Receivable disingkat A / R merepresentasikan hasil yang akan didapat oleh perusahaan dari pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang disediakan dimana nilai tunai uang belum diterima. Sementara untuk nilai sales bisa diambil dari nilai revenue yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Namun terkait cash conversion cycle, biasanya nilai sales yang diambil adalah credit sales atau penjualan secara kredit.
       DIO atau hari edar persediaan menunjukkan periode pemrosesan penjualan persediaan perusahaan. Periode pemrosesan  yang terlalu tinggi dapat berarti bahwa terlalu banyak modal perusahaan yang terikat didalam persediaan dan bisa menyebabkan barang-barang persediaan mengalami penurunan nilai harganya. Disamping itu, periode yang terlalu rendah juga bisa mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dalam persediaan sehingga bisa berefek kepenurunan. Nilai DIO terbentuk dari pos-pos persedian (inventories) serta cost of goods sold (COGS) yang berarti harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan merupakan selisih dari revenue (sales) – Gross Profit dan biasanya tercantum dilaporan laba rugi. Sementara nilai persediaan tercantum di laporan neraca keuangan pada bagian asset lancar.
           DPO atau hari perputaran uang yaitu niali rata-rata periode pembayaran dari suatu perusahaan. Nilai DPO terbentuk dari pos-pos akun payable atau hutang usaha dan pembelian (Purchase). Akun Payable disingkat A / P atau hutang dagang (trade payable) biasanya merepresentasikan porsi besar dan hutang perusahaan. Terkait dengan modal kerja, hutang dimaksud adalah hutang jangka pendek yang jatuh tempo kurang dari satu tahun dan hanya terkait dengan produk atau jasa perusahaan. Pos ini merupakan kewajiban yang timbul dalam rangka kegiatan normal operasi perusahaan, baik kewajiban kepada pihak ketiga maupun pihak yang memiliki hubungan istimewa. Sementara itu nilai pembelian merupakan hasil dari penjumlahan harga pokok penjualan + persediaan akhir – persediaan awal.

      3. Capital,
Melihat banyaknya modal yang dimiliki oleh debitor atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur menilai modal debitur tersebut. Semakin banyak modal yang ditanamkan, debitur  akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya
   
      4. Colateral,
Jaminan yang digunakan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. Bank harus pandai menilai atau melakukan taksasi harta kekayaan yang dimiliki oleh calon debitur yang akan dijadikan jaminan. Agar bank tidak mendapatkan kerugian akibat dari debitur yang tidak bisa mengembalikan dana tersebut. Biasanya nilai jaminan atau agunan lebih besar dari utang atau kredit yang diberikan oleh debitur.
5      5. Condition of Economy,
Dilihat dari keadaan perekonomian disekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya.
KASUS
Kasus pembiyaan bermasalah yang terjadi di BNI Cabang Semarang yaitu pembiyaan yang terjadi pada salah satu BMT di Semarang. Dari pihak manajemen BMT mengajukan pembiayaan mudharabah ke BNI Syariah Cabang Semarang dengan menyertakan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai syarat pengajuan pembiayaan. Kemudian Bank BNI Syariah Cabang Semarang melakukan perhitungan terhadap dana yang tersedia (plafon pembiayaan) dan melakukan analisis terhadap pribadi calon nasabah. Bank dalam menilai BMT mengenai kelayakan untuk memperoleh pinjaman melaui 5C, yaitu character, capacity, capital, condition, collateral. Setelah dianalisis selama 1 – 2 minggu pihak BMT lulus dalam analisis 5C. Bank mengetahui bahwa modal tersebut digunakan sesuai syariah yakni membuka BMT. Maka pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang melakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan mudharabah dan mengikat jaminan dengan pihak BMT.
Pihak BMT diberi jangka waktu angsuran selama 5 tahun, pada tahun pertama sampai ketiga BMT lancar dalam mengangsur kewajibannya. Pada waktu memasuki tahun keempat pihak BMT mengalami kemacetan dalam mengangsur. Setelah ditelusuri, diamati, dan dianalisis oleh Bank BNI Syariah Cabang Semarang faktor yang menyebabkan kemacetan tersebut adalah lemahnya system manajemen di BMT, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, terjadinya penggandaan jabatan sehingga menyebabkan tidak maksimalnya tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan lain-lain.



ANALISIS
Menurut analisis kelompok kami, pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang lemah dalam analisis 5C terutama pada aspek capacity atau kemampuan nasabah dalam mengembalikan pinjamannya. Dalam menilai capacity ada 2 pendekatan yang pertama adalah pendekatan histori, dari kasus tersebut kita ketahui bahwa pembiayaan tersebut digunakan untuk membuat BMT. Berarti BMT tersebut baru akan dibangun, sehingga Bank BNI Syariah Cabang Semarang belum mengetahui calon nasabah dari sejarah usahanya, apakah banyak mengalami kegagalan atau mengalami perkembangan yang semakin maju dari waktu ke waktu. Pendekatan yang ke dua adalah pendekatan finansial, Bank BNI Syariah Cabang Semarang harus menilai neraca laporan keuangan setidaknya selama 3 tahun terakhir. Sedangkan BMT ini baru akan dibangun, sehingga pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang tidak dapat menganalisis kondisi keuangan tersebut.
            Pada kasus ini Bank BNI Syariah Cabang Semarang dan pihak BMT melakukan penandatanganan mudharabah, karena jika dilihat dari  kasusnya merupakan usaha produktif. Untuk kelayakan pembiayaan produktif ada analisis yang lebih lanjut lagi, yaitu
1.      Angka-angka hasil produksi
2.      Angka-angka penjualan dan pembelian.
3.      Perhitungan laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya
            Pada tahap ini sudah dipastikan bahwa pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang tidak melakukan analisis ini, karena usaha yang dibiayainya baru akan dibangun. Dalam menganalisis 5C sepertinya Bank BNI Syariah Cabang Semarang kurang maksimal, karena Bank BNI Syariah Cabang Semarang tidak bisa menganalisis dengan data yang riil, kemungkinan Bank BNI Syariah Cabang Semarang hanya menganalisa dari perkiraan pendapatan saja.
SARAN 
1.      Bank BNI Syariah Cabang Semarang
            Pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang seharusnya lebih teliti lagi dalam menganalisa permohonan pembiayaan, apalagi untuk usaha yang baru akan dijalani. Prinsip 5C merupakan aspek utama penilaian dalam menganalisa kelayakan suatu pembiayaan. Kemudian, Bank syariah menerapkan sistem kemitraan dengan nasabahnya. Bukan sistem debitur dan kreditur. Jadi, Seharusnya Bank BNI Syariah Cabang Semarang selalu mendampingi dan mengontrol segala kegiatan usaha yang dilakukan oleh nasabahnya.
2.      BMT
            Dilihat dari risikonya BMT mengalami Risiko Operasional. Seharusnya Pihak BMT mematuhi Good Corporate Governance. Good Corporate Governance adalah upaya untuk melindungi kepentingan Stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap pertaturan perundang- undangan yang berlaku serta nilai- nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah.
Peraturan Good Corporate Governance tertuang dalam
1.      PBI No.11/33/BPI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2.      Penjelasan Atas PBI No.11/33/BPI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3.      Frequently Ask Question PBI No.11/33/BPI/2009 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
            Selain dari aspek Good Corporate Governance  terdapat kesalahan dari dari faktor lain yaitu faktor kesalahan dan pelanggaran, risiko manusia juga mungkin diakibatkan oleh risiko personalia. risiko ini biasanya disebabkan oleh buruknya sistem manajemen sumber daya manusia pada institusi, seperti buruknya sistem rekrutmen, kurang menariknya remunerasi, terbatasnya pelatihan, dan pengembangan yang diberikan kepada para karyawan. Beberapa cara pencegahan dapat dilakukan melalui proses rekrutmen karyawan yang dibuat secara tailor-made dengan budaya bank tersebut.
SUMBER
Ashofatul Lailiyah. 2014. Urgensi Analisa 5c Pada Pemberian Kredit Perbankan
Siti Kurniati. 2012. Analisis Terhadap Penyelesaian PembiayaanBermasalah (Studi Kasus            Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Mudharabah Pada Bank BNI Syariah Cabang     Semarang Tahun 2010-2011). Skripsi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari'ah Institut      Agama Islam Negeri Walisongo Semarang: Diterbitkan
            Untuk Meminimalisir Resiko
Wahyudi, Imam dkk. 2013. Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar