MATA KULIAH MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH
PENUGASAN 3
KELOMPOK 7
- Fauziah Irfani (20140730022)
- Era Ramadalia (20140730028)
- Andhadari Yunita Putri SD (20140730032)
- Arinda Nur Aeni (20140730043)
- Isna Era Adisasmita (20130730385)
LANDASAN
TEORI
Lembaga
perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam
kehidupan perekonomian di suatu negara. Lembaga perbankan ini dimaksudkan
sebagai lembaga penghubung (intermediary) bagi pihak-pihak yang
mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang
kekurangan dana atau memerlukan dana (lack of funds).
Sesuai dengan pengertiannya bank akan
menyalurkan simpanannya dalam bentuk kredit tersebut jika bank merasa yakin akan nasabah yang
menerima kredit tersebut mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diberikan. Maka dalam
penyaluran kredit terdapat unsur keamanan (Safety), dan sekaligus juga
unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut
saling berkaitan , keamanan (Safety) dimaksud adalah bahwa prestasi yang
diberikan dalam bentuk uang, barang dan jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya,
sehingga keuntungan (profitability) yang diharapkan tersebut menjadi kenyataan.
Dalam hal ini, selain dari prinsip kehati-hatian tersebut, bank juga harus melakukan
analisis terhadap calon debitur yang dilakukan berdasarkan aspek-aspek yang
dikenal dalam dunia perbankan sebagai “The five C’s of Credit” yaitu:
Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral.
Perwujudan dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam rangka pemberian kredit
tercermin dalam kriteria-kriteria yang dinamakan “The Five C’s Principle of
Credit Analysis”. Adapun penjelasan tentang analisis dengan 5C adalah
sebagai berikut:
1. Character,
yang bermakna
watak, sifat, kebiasan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada
pemberian kredit. Kreditur dapat meneliti apakah calon debitur tersebut masuk
dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat
meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari
lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan customer dari
debitur. Selain itu dapat pula di peroleh dari informasi Bank Sentral, namun
tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi
tersebut hanya dapat diakses oleh pegawai bank bidang perkreditan dengan
menggunakan password dan computer yang terhubung secara on-line dengan
Bank Sentral. Agar selain
memeriksa dokumen formal yang menyertai kredit, juga perlu diketahui pula track
record dari permohonan kredit dari berbagai yang dapat dijadikan referensi
oleh analis kredit bank
2. Capacity,
Kapasitas adalah berhubungan dengan
kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya, kreditur
dapat meneliti kemampuan debitor dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran,dan
lain-lain
Kemampuan
calon nasabah dalam mengelola usahanya sehingga memiliki kemampuan untuk
mengembalikan pokok pinjaman atau asset inti beserta bagi hasilnya.
Pengukuran
kapasitas dari calon nasabah melalui beberapa pendekatan yaitu :
1. Pendekatan
Historis
Menilai calon nasabah
dari sejarah usahanya, apakah banyak mengalami kegagalan atau mengalami
perkembangan yang semakin maju dari waktu ke waktu.
2. Pendekatan
Finansial
Menilai posisi neraca
dan laporan perhitungan laba rugi selama tiga bulan terakhiri untuk mengetahui
seberapa besar keuntungan atau kerugian serta risiko usahanya.
Untuk pembiyaan produktif, yang harus diperhatikan
oleh Bank Syariah antara lain yaitu :
1. Angka-angka
hasil produksi
2. Angka-angka
penjualan dan pembelian.
3. Perhitungan
laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya
Untuk
pembiayaan konsumtif, yang harus diperhatikan oleh Bank Syariah
yaitu kemampan sumber penghasilan calon nasabah membiayai seluruh pengeluaran
bulanannya.
Analisis
laporan keuangan => aspek likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas calon
usaha nasabah.
Ratio
keuangan yang umumnya digunakan :
a. Liquidity
Ratio : mengukur kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya sehingga bisa
menghasilkan keuntungan.
b. Activity
Ratio = mengukur kemampuan calon nasabah dalam mengelola asset perusahaan
(meliputi piutang, persediaan, aktiva tetap, dan total aktiva) secara efisien.
Cash Convertion Cycle
1. Menghitung
kemampuan menajemen mengubah kas menjadi barang atau inventory untuk dijual
atau diubah menjadi
kas kembali.
2. Perhitungannya
meliputi berapa lama waktu
yang diperlukan untuk menjual inventory perusahaan, berapa lama waktu yang
diperlukan untuk menagih hutang dan berapa lama waktu yang dimiliki perusahaan
membayar hutangnya.
DSO
atau hari edar penjualan adalah sebuah metode pengukuran yang digunakan
untuk mengetahui efisiesi pengelolaan
piutang suatu perusahaan atau bisa juga digunakan untuk mengetahui jumlah
rata-rata hari yang diperlukan pelanggan untuk melakukan pembayaran. Dihitung
dalam satuan hari yang mencerminkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
cash dari penjualan yang dilakukan secara kredit (piutang). Nilai DSO terbentuk
dari pos-pos piutang usaha (Account Receivable) dan pendapatan usaha
(sales). Account Receivable disingkat A
/ R merepresentasikan hasil yang akan didapat oleh perusahaan dari pelanggan
atas barang yang telah dijual atau jasa yang disediakan dimana nilai tunai uang
belum diterima. Sementara untuk nilai sales bisa diambil dari nilai revenue
yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Namun terkait cash conversion
cycle, biasanya nilai sales yang diambil adalah credit sales atau penjualan
secara kredit.
DIO
atau hari edar persediaan menunjukkan periode pemrosesan penjualan persediaan
perusahaan. Periode pemrosesan yang
terlalu tinggi dapat berarti bahwa terlalu banyak modal perusahaan yang terikat
didalam persediaan dan bisa menyebabkan barang-barang persediaan mengalami
penurunan nilai harganya. Disamping itu, periode yang terlalu rendah juga bisa
mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dalam persediaan sehingga bisa berefek
kepenurunan. Nilai DIO terbentuk dari pos-pos persedian (inventories) serta
cost of goods sold (COGS) yang berarti harga pokok penjualan. Harga pokok
penjualan merupakan selisih dari revenue (sales) – Gross Profit dan biasanya
tercantum dilaporan laba rugi. Sementara nilai persediaan tercantum di laporan
neraca keuangan pada bagian asset lancar.
DPO
atau hari perputaran uang yaitu niali rata-rata periode pembayaran dari suatu
perusahaan. Nilai DPO terbentuk dari pos-pos akun payable atau hutang usaha dan
pembelian (Purchase). Akun Payable disingkat A / P atau hutang dagang (trade
payable) biasanya merepresentasikan porsi besar dan hutang perusahaan. Terkait
dengan modal kerja, hutang dimaksud adalah hutang jangka pendek yang jatuh
tempo kurang dari satu tahun dan hanya terkait dengan produk atau jasa
perusahaan. Pos ini merupakan kewajiban yang timbul dalam rangka kegiatan
normal operasi perusahaan, baik kewajiban kepada pihak ketiga maupun pihak yang
memiliki hubungan istimewa. Sementara itu nilai pembelian merupakan hasil dari
penjumlahan harga pokok penjualan + persediaan akhir – persediaan awal.
3. Capital,
Melihat banyaknya
modal yang dimiliki oleh debitor atau melihat berapa banyak modal yang
ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur menilai modal debitur tersebut.
Semakin banyak modal yang ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam
menjalankan usahanya
4. Colateral,
Jaminan yang
digunakan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan
pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. Bank
harus pandai menilai atau melakukan taksasi harta kekayaan yang dimiliki oleh
calon debitur yang akan dijadikan jaminan. Agar bank tidak mendapatkan kerugian
akibat dari debitur yang tidak bisa mengembalikan dana tersebut. Biasanya nilai
jaminan atau agunan lebih besar dari utang atau kredit yang diberikan oleh
debitur.
5 5. Condition of
Economy,
Dilihat dari
keadaan perekonomian disekitar tempat tinggal calon debitur juga harus
diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa
datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli
masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar
modal, dan lain sebagainya.
KASUS
Kasus
pembiyaan bermasalah yang terjadi di BNI Cabang Semarang yaitu pembiyaan yang
terjadi pada salah satu BMT di Semarang. Dari pihak manajemen BMT mengajukan
pembiayaan mudharabah ke BNI Syariah Cabang Semarang dengan menyertakan
dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai syarat pengajuan pembiayaan. Kemudian
Bank BNI Syariah Cabang Semarang melakukan perhitungan terhadap dana yang
tersedia (plafon pembiayaan) dan melakukan analisis terhadap pribadi calon
nasabah. Bank dalam menilai BMT mengenai kelayakan untuk memperoleh pinjaman
melaui 5C, yaitu character, capacity, capital, condition, collateral. Setelah
dianalisis selama 1 – 2 minggu pihak BMT lulus dalam analisis 5C. Bank
mengetahui bahwa modal tersebut digunakan sesuai syariah yakni membuka BMT. Maka
pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang melakukan penandatanganan perjanjian
pembiayaan mudharabah dan mengikat jaminan dengan pihak BMT.
Pihak
BMT diberi jangka waktu angsuran selama 5 tahun, pada tahun pertama sampai
ketiga BMT lancar dalam mengangsur kewajibannya. Pada waktu memasuki tahun
keempat pihak BMT mengalami kemacetan dalam mengangsur. Setelah ditelusuri,
diamati, dan dianalisis oleh Bank BNI Syariah Cabang Semarang faktor yang
menyebabkan kemacetan tersebut adalah lemahnya system manajemen di BMT,
kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, terjadinya penggandaan jabatan
sehingga menyebabkan tidak maksimalnya tenaga kerja dalam melaksanakan tugas
dan lain-lain.
ANALISIS
Menurut analisis kelompok kami, pihak Bank BNI Syariah
Cabang Semarang lemah dalam analisis 5C terutama pada aspek capacity atau
kemampuan nasabah dalam mengembalikan pinjamannya. Dalam menilai capacity ada 2
pendekatan yang pertama adalah pendekatan histori, dari kasus tersebut kita
ketahui bahwa pembiayaan tersebut digunakan untuk membuat BMT. Berarti BMT
tersebut baru akan dibangun, sehingga Bank BNI Syariah Cabang Semarang belum
mengetahui calon nasabah dari sejarah usahanya, apakah banyak mengalami
kegagalan atau mengalami perkembangan yang semakin maju dari waktu ke waktu.
Pendekatan yang ke dua adalah pendekatan finansial, Bank BNI Syariah Cabang
Semarang harus menilai neraca laporan keuangan setidaknya selama 3 tahun
terakhir. Sedangkan BMT ini baru akan dibangun, sehingga pihak Bank BNI Syariah
Cabang Semarang tidak dapat menganalisis kondisi keuangan tersebut.
Pada kasus ini Bank BNI Syariah
Cabang Semarang dan pihak BMT melakukan penandatanganan mudharabah, karena jika
dilihat dari kasusnya merupakan usaha
produktif. Untuk kelayakan pembiayaan produktif ada analisis yang lebih lanjut
lagi, yaitu
1. Angka-angka
hasil produksi
2. Angka-angka
penjualan dan pembelian.
3. Perhitungan
laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya
Pada
tahap ini sudah dipastikan bahwa pihak Bank BNI Syariah Cabang Semarang tidak
melakukan analisis ini, karena usaha yang dibiayainya baru akan dibangun. Dalam
menganalisis 5C sepertinya Bank BNI Syariah Cabang Semarang kurang maksimal,
karena Bank BNI Syariah Cabang Semarang tidak bisa menganalisis dengan data
yang riil, kemungkinan Bank BNI Syariah Cabang Semarang hanya menganalisa dari
perkiraan pendapatan saja.
SARAN
1.
Bank BNI Syariah
Cabang Semarang
Pihak Bank
BNI Syariah Cabang Semarang seharusnya lebih teliti lagi dalam menganalisa
permohonan pembiayaan, apalagi untuk usaha yang baru akan dijalani. Prinsip 5C
merupakan aspek utama penilaian dalam menganalisa kelayakan suatu pembiayaan.
Kemudian, Bank syariah menerapkan sistem kemitraan dengan nasabahnya. Bukan
sistem debitur dan kreditur. Jadi, Seharusnya Bank BNI Syariah Cabang Semarang
selalu mendampingi dan mengontrol segala kegiatan usaha yang dilakukan oleh nasabahnya.
2. BMT
Dilihat dari risikonya BMT
mengalami Risiko Operasional. Seharusnya Pihak BMT mematuhi Good Corporate Governance. Good Corporate
Governance adalah upaya untuk
melindungi kepentingan Stakeholders dan
meningkatkan kepatuhan terhadap pertaturan perundang- undangan yang berlaku
serta nilai- nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan
syariah.
Peraturan Good
Corporate Governance tertuang dalam
1.
PBI No.11/33/BPI/2009
tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2.
Penjelasan Atas PBI
No.11/33/BPI/2009 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
3.
Frequently Ask
Question PBI No.11/33/BPI/2009 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Selain dari aspek Good Corporate Governance terdapat kesalahan dari dari faktor lain
yaitu faktor kesalahan dan pelanggaran, risiko manusia juga mungkin diakibatkan
oleh risiko personalia. risiko ini biasanya disebabkan oleh buruknya sistem
manajemen sumber daya manusia pada institusi, seperti buruknya sistem
rekrutmen, kurang menariknya remunerasi, terbatasnya pelatihan, dan
pengembangan yang diberikan kepada para karyawan. Beberapa cara pencegahan
dapat dilakukan melalui proses rekrutmen karyawan yang dibuat secara
tailor-made dengan budaya bank tersebut.
SUMBER
Ashofatul Lailiyah. 2014. Urgensi
Analisa 5c Pada Pemberian Kredit Perbankan
Siti Kurniati. 2012. Analisis Terhadap Penyelesaian PembiayaanBermasalah (Studi Kasus Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Mudharabah Pada Bank BNI Syariah Cabang Semarang
Tahun 2010-2011). Skripsi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari'ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang:
Diterbitkan
Untuk Meminimalisir Resiko
Wahyudi, Imam dkk. 2013. Manajemen
Risiko Bank Islam. Jakarta Selatan: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar